Perkembangan Gondang Hasapi Hingga Saat Ini
Gondang Hasapi dipakai rakyat Batak khususnya Batak Toba untuk pesta yang bersifat Ritual, misalnya melayani orang yang kesurupan, mengobati orang sakit, menjauhkan roh jahat, dan lain-lain. Gondang Hasapi terdiri dari: Hasapi (Kecapi – Kayu & Senar Besi), Sarune Etek (Serunai Kecil – Kayu), Sulim (Seruling – Bambu), Garantung (Gerantung – Kayu), Hesek (Beat – Kayu).
Gondang Hasapi bermula dari para penjaga padi di sawah yang ingin menghibur dirinya untuk menghilangkan kejenuhan dengan bermain musik yang diciptakannya sendiri. Ketika sedang menjaga padinya, diambilnya daun “Alo-Alo” (dalam bahasa Batak) dibelah-belah/disobeki menjadi seperti benang. Kemudian kedua ujungnya diikat pada 2 buah bambu yang berjauhan antara ujung yang satu dengan ujung yang lain. Setelah itu dipetik seperti sebuah gitar, itulah sebagai Hasapi (kecapi). Kemudian diambil sebatang padi untuk dijadikan sarune (serunai). Kemudian diambil lagi bambu yang sudah dikupas/dikuliti. Pada kedua ujung kulit bambu diganjal dengan kayu seperti kecapi tadi. Itulah sebagai Ogung (Gong) yang dimainkan dengan cara dipukul dengan menggunakan kayu yang berfungsi sebagai bass dan terdiri dari 3 buah dengan nada yang berbeda.
Seiring dengan berkembangnya zaman, peralatan yang digunakan pun berkembang pula menjadi lebih baik. Ogungnya bukan dari kulit bambu lagi tetapi diganti dengan Garantung (Gerantung) yang dibuat dari kayu pohon Mahoni menyerupai kolintang. Setelah itu kecapipun mengalami perubahan, sudah dapat dibuat dari batang kayu seperti yang ada pada saat ini. Sarune dari batang padi diganti lagi dengan batang bambu dan berkembang lagi dibuat dari kayu seperti yang ada sekarang dan disebut Sarune Etek (Serunai Kecil). Sebagai pembawa beat atau metronome digunakanlah 2 buah kayu yang dimainkan dengan cara dipukul dan disebut dengan Hesek. Untuk lebih harmonis kemudian ditambahkan Sulim (seruling) dari bambu sebagai melodi dan kecapi berfungsi sebagai rhytm terkadang sebagai Ogung. Pada saat ini, kecapi mempunyai fungsi yang lebih luas, bisa sebagai melodi, sebagai rhytm dan sebagai Ogung. Dan Garantung pun juga sudah berfungsi lebih luas sebagai melodi dan bisa juga sebagai Bass.
Gondang Hasapi kemudian mengalami perkembangan lagi menjadi “Gondang Bolon” yang terdiri dari Sarune Bolon (Serunai Besar – Kayu), Tagading dan Gordang (Gendang – Kayu), Ogung/Oloan, Ihutan, Panggora, Doal (Gong – Besi/Tembaga), Hesek (Beat – Kayu). Tagading dan Gordang dibuat untuk menggantikan Garantung yang dibuat dari batang bambu yang besar ditutup dengan kulit kambing, sebagai talinya digunakanlah ijuk. Kemudian dikembangkan lagi dibuat dari Batang pohon nangka dan ditutupi kulit sapi atau kerbau dan talinya dibuat dari rotan. Begitulah sampai saat ini disebutlah Tagading untuk ukuran lebih kecil yang berjumlah 5 buah dan berfungsi sebagai melodi mengikuti Sarune Bolon dan Gordang untuk ukuran lebih besar hanya 1 buah yang berfungsi sebagai Rhytm. Sarunenya dibuat dari bambu yang lebih besar dan panjang daripada Sarune Etek, kemudian berkembang lagi dibuat dari bagian tengah pohon “Jior” (dalam bahasa Batak) sampai dengan saat ini. Mereka menamakannya Sarune Bolon karena ukurannya yang lebih besar dari Sarune Etek dan berfungsi sebagai melodi. Ogung digantikan dari Garantung menjadi gong dari besi atau tembaga seperti yang ada pada saaat ini dan berfungsi sebagai Bass atau Rhythm, serta terdiri dari 4 buah yaitu: Oloan, Ihutan, Panggora dan Doal. Oloan dan Ihutan sebagai Bass yang bernada Do untuk Oloan dan Re atau Ri untuk Ihutan. Sedangkan Doal dan Panggora sebagai Rhytm. Doal bernada Mi dan Panggora bernada Sol.
Gondang Hasapi ataupun Gondang Bolon mempunyai Notasi yang sangat unik, penuh improvisasi dan tingkat kesulitan yang sangat tinggi. Pada umumnya rakyat Batak kurang yakin bahwa Gondang Hasapi yang saat ini telah dikembangkan lagi menjadi Gondang Bolon yang dapat diiringi oleh musik modern yang ada pada saat ini.
Nenek moyang suku Batak tidak mengenal notasi, birama, dan lain-lain. Tapi mereka mempunyai perbendaharaan lagu yang sangat banyak kemudian diteruskan secara turun temurun. Lagu-lagu tersebut mempunyai judul dan arti tersendiri, serta ciri khas masing-masing. Seperti Gondang Mula-Mula, Gondang Embas-Embas, Gondang Panogu-nogu Ni Horbo, Gondang Na Marhula Boru, Gondang Hasahata, dan lain-lain.
Referensi:
Tidak Ada Komentar