#KodeNusantaraBeritaBlog

Mengenal Lebih Dekat Usmar Ismail, Sang Bapak Film Nasional

Jika Ki Hadjar Dewantara erat kaitannya dengan Hari Pendidikan, maka sama halnya dengan Usmar Ismail yang juga erat dengan Hari Film Nasional. Usmar Ismail yang lahir pada tahun 1921 silam ini tidak dapat dipisahkan dari sejarah perfilman Indonesia. Dirinya memulai karirnya dengan merilis film berjudul Darah dan Doa pada 30 Maret 1950.

Film tersebut yang menjadikan nama Usmar Ismail mulai dikenal publik. Film Darah dan Doa bercerita tentang perjalanan TNI Divisi Siliwangi dan keluarganya dari Yogyakarta menujuju Jawa Barat. Film ini juga menggambarkan situasi ketegangan akan ancaman yang diberikan oleh sekutu Belanda kepada bangsa Indonesia. Serta menggambarkan karakter Kapten Sudarto yang disaat bersamaan tengah jatuh cinta pada seorang wanita Indo-Belanda.

Film Darah dan Doa rupanya dikerjakan dengan modal Usmar sendiri dengan mendapatkan dukungan dari sejumlah pemilik bioskop. Film ini juga dinobatkan sebagai film pertama Indonesia yang disutradarai oleh orang Indonesia, diproduksi oleh perusahaan film Indonesia serta pengambilan gambarnya pun di Indonesia.

Ada pula beberapa film karya Usmar Ismail yang tidak kalah menarik seperti Enam Djam di Djogja, Lewat Djam Malam, Tiga Dara, Pedjuang, Harta Karun, Krisis dan lain sebagainya.

Jika kita melihat judul-judul film buatan Usmar Ismail di atas, Usmar memiliki kecenderungan dalam menggambarkan perjuangan para pahlawan. Selain itu Usmar juga mengemas film buatannya dengan memberikan kritik sosial terhadap kecenderungan kebarat-baratan terutama bagi kelas menengah Indonesia. Iutlah mengapa film Darah dan Doa, Lewat Djam Malam layak dianggap sebagai prototipe film Indonesia karena ia berani menampilkan potret kegelisahan dari berbagai persoalan bangsa dan masyarakatnya.

Pada tahun 2012 salah satu karya Usmar Ismail yang berjudul Lewat Djam Malam (1954) menjadi film Indonesia pertama yang direstorasi secara penuh. Proses ini dilakukan sejak bulan Agustus 2011 hingga Mei 2012 dengan lebih 2.500 jam reparasi digital. Tidak berhenti disitu saja, proses restorasi juga kembali dilakukan pada film Tiga Dara (1956) oleh Nia Dinata pada tahun 2016.

Artikel Sebelumnya

Perayaan Nyepi Oleh Desa Padangkerta, Karangasem: Berbeda Namun Tetap Sarat Makna

Artikel Selanjutnya

Tradisi Menyambut Bulan Ramadhan di Kota Semarang

Tidak Ada Komentar

Tinggalkan komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.