#KodeNusantaraBlog

BAILEO, SIMBOL SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT MALUKU

Baileo merupakan bangunan tradisional sekaligus adat yang dimiliki oleh masyarakat Maluku. Terdapat beberapa sudut pandang mengenai definisi Baileo ini, yaitu menurut Poerwadarminta dalam KBBI (1993) menyebutkan bahwa secara etimologi Baileo berasal dari kata balai yang berarti sebuah gedung atau tempat pertemuan. Menurut Cooley (1962), Baileo berasal dari bahasa Melayu, yakni bale atau balae yang artinya tempat pertemuan.

Berdasarkan definisi di atas, secara harafiah Baileo merupakan suatu tempat pertemuan dan musyawarah dalam pengambilan keputusan adat serta tempat berbagai pelaksanaan upacara ada. Upacara adat yang dilakukan di Baileo adalah upacara pelantikan kepala pemerintahan negeri yang bergelar Raja, upacara panas pela, upacara tutup Baileo, upacara kain berkat, maupun tutup dan buka sasi.

Secara umum, Baileo memiliki bentuk seperti rumah panggung yang terbuat dari kayu, papan, dan daun rumbia atau daun sagu. Baileo dibangun berbentuk persegi dengan memancangkan tiang-tiang pada tanah yang posisinya agak tinggi. Tiang-tiang yang dipancang berfungsi sebagai penopang semua konstruksi bangunan. Lantai Baileo menggunakan papan yang disusun di atas penyangga. Dindingnya menggunakan bahan kayu yang disilangkan dengan tinggi 75 cm dari permukaan lantai. Sedangkan atap Baileo menggunakan daun rumbia atau daun sagu. Semua komponen tersebut disatukan dan diikat menggunakan ijuk.

Baileo bagi masyarakat Maluku bukan hanya sekadar bangunan saja melainkan simbol kehidupan sosial budaya mereka. Berbicara Baileo tak terpisahkan dengan kepercayaan adat yang erat hubungannya antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, dan manusia dengan manusia. Pelaksanaan upacara ada yang di gelar di Baileo merupakan praktik kepercayaan adat dimana terjadi komunikasi atau hubungan secara vertikal dan horizontal.

Secara sosiologis, Baileo juga sebuah simbol yang menggambarkan adanya stratifikasi sosial masyarakat. Hal tersebut tergambarkan pada pengaturan pintu masuk khusus untuk kepala negeri yang tentu berbeda dengan masyarakat biasa. Selain itu, juga diatur dalam tempat duduk dalam upacara adat. Raja menempati tempat paling depan dan leboh tinggi yang posisinya berhadapan dengan masyarakat.

Posisi soa dan marga pun juga diatur dalam Baileo saat acara adat. Setiap soa dan marga memiliki tiang yang diberi nama sesuai soa dan marganya, sehingga saat pelaksanaan upacara adat masing-masing menempati tiang milik sesuai soa dan marganya. Dalam pelaksanaan upacara adat, pembagian tugas pun dibagi berdasarkan soa dan marganya.

Semua ketentuan tersebut tentunya telah mengalami proses musyawarah secara adat sehingga masyarakat saling menghormati dan menghargai hukum adat yang sudah berlaku.


Data diolah dari berbagai sumber.

Data Terkait:

PDBI – Baileo

Artikel Sebelumnya

Roti Ketawa: Camilan Sumatera Utara yang Cocok untuk Menemani Kegalauanmu

Artikel Selanjutnya

PENDAP BENGKULU MAKANAN KESUKAAN PRESIDEN PERTAMA REPUBLIK INDONESIA

Tidak Ada Komentar

Tinggalkan komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.