Berita

Tradisi Menjaga Laut di Papua

Indonesia merupakan negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan. Luasnya lautan di Indonesia menyebabkan hasil lautnya begitu melimpah. Akan tetapi, masih banyak masyarakat yang tidak memperhatikan ekosistem ketika menangkap hasil laut, ada yang menggunakan bom, potassium, bahkan racun.

Tapi, tahukah kalian kalau masyarakat Papua punya aturan dan tradisi dalam menjaga laut? Aturan dan tradisi yang berbasiskan kearifan lokal untuk menjaga ekosistem laut.

Aturan Tiyatiki dan Sasi Nggama

Dalam masyarakat adat di Papua, terdapat aturan yang berlaku untuk menjaga laut, yaitu tiyatiki dan sasi nggama. Tiyatiki merupakan sebuah pengetahuan tidak tertulis untuk mengatur, mengelola, dan memanfaatkan serta ikut melestarikan sumber daya laut dan pesisir. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Papua menganggap pantai dan laut sebagai sumber kehidupan yang harus dihormati sehingga harus dijaga agar bisa dimanfaatkan oleh anak cucu mereka. Oleh karena itu, pantai dan laut wajib untuk dijaga.

Sasi Nggama merupakan aturan adat orang pantai yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun. Dalam pelaksanaannya, tetua adat terlebih dahulu melakukan ritual sebelum turun ke laut dengan memberitahu aturan yang harus dipatuhi, yaitu pertama dalam jangka waktu tertentu dipersilakan warganya mencari potensi laut sebanyak-banyaknya dengan menggunakan alat yang sederhana seperti pancing dan kalawai. Kedua, dilarang menggunakan bom, potassium atau jenis racun apapun. Ketiga, ketika masuk periode larangan, maka tidak dibolehkan ada aktivitas di laut. Maksud periode larangan adalah periode ketika ikan-ikan berkembang biak. Hal ini bertujuan untuk menjaga siklus kehidupan ekosisitem laut. Bagi yang melanggar akan mendapat sanksi sosial berupa disisihkan oleh adat dan dilarang untuk pergi melaut sampai hukuman tersebut dicabut oleh kepala suku.

Tradisi Balobe, Bemeti, dan Molo

Selain aturan adat, masyarakat Papua juga memiliki tradisi-tradisi untuk menjaga laut. Tradisi balobe adalah tradisi mencari hasil laut pada malam hari pada saat bulan gelap dengan menggunakan alat tombak dari kayu yang biasa disebut kalawai. Di ujung kalawai terdapat besi bermata tiga yang tajam. Bulan gelap menunjukkan kuruman ikan tidak akan jauh-jauh berekspansi atau memiliki penglihatan yang terbatas sehingga ikan nampak jinak.

Kalawai (Sumber : http://www.tihulale.com/2015/06/kalawai-senjata-tradisional-khas-daerah.html).

Tradisi berikutnya adalah tradisi bemeti. Tradisi bemeti adalah kegiatan memungut hasil-hasil laut ketika air laut sedang surut atau dalam bahasa setempat sedang meti, berlangsung pada malam ataupun siang hari. Terutama daerah pesisir yang landau dan menjorok sehingga ketika surut Nampak kolam-kolam kecil dan batu karang.

Tradisi yang terakhir adalah molo, yaitu menangkap ikan dengan cara menyelam di kedalaman laut dengan menggunakan kacamatan molo dan dilengkapi senapan panah yang dibuat dari kayu. Peluru pelontar dari kawat yang ditajamkan ujungnya.

 

Sumber :

kompasiana

Info Lebih Lanjut:

Papua

Perpustakaan Digital Budaya Indonesia

Artikel Sebelumnya

Tradisi Magoak-Goakan, Perayaan Usai Hari Raya Nyepi

Artikel Selanjutnya

Keharmonisan Rakyat Bali dalam Sistem Irigasi Subak

Tidak Ada Komentar

Tinggalkan komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.