Budaya Indonesia dalam Frankfurt Book Fair
infobudaya.net – Perhelatan akbar Frankfurt Book Fair (FBF) 2015 yang menjadi ajang bergengsi selama ratusan tahun dan tempat bertemu para penulis, sastrawan, pustakawan, penterjemah, budayawan, seniman, dan penerbit dari seluruh dunia untuk menampilkan karya-karya terbaiknya telah dimulai.
Perhelatan yang dalam bahasa Jerman disebut “Frankfurter Buchmesse” ini memiliki potensi pasar yang besar khususnya bagi kalangan penerbit.
Frankfurt Book Fair memiliki tradisi yang berumur lebih dari 500 tahun. Dipelopori ketika Johannes Gensfleisch sur Laden zu Gutenberg, penemu mesin cetak, menjual buku pertamanya “Gutenberg Bible” di Pameran Buku Frankfurt pertama pada 1456.
Saat itu, pameran diselenggarakan oleh penjual buku lokal. Hingga akhir abad ke-17, hajatan ini adalah pameran buku paling penting di Eropa.
Frankfurt Book Fair merupakan ajang pameran buku terbesar sejagat, bahkan mengalahkan London Book Fair, merupakan salah satu kegiatan budaya paling penting di Eropa. Pameran ini hanya diselenggarakan sekali setahun, biasanya bulan Oktober dan hanya digelar selama lima hari mulai 13 – 18 Oktober 2015.
Tiga hari pertama untuk keperluan bisnis dan dua hari terakhir diperuntukkan bagi pengunjung umum. Lebih dari sebanyak 7.000 peserta dari sebanyak 114 negara ambil bagian dan disorot lebih dari 9.300 jurnalis dunia dan dihadiri lebih dari 260.000 pengunjung.
Hal paling menarik dan ditunggu-tunggu seluruh negara dari pergelaran akbar pameran buku itu adalah kepercayaan untuk dipilih menjadi “Tamu Kehormatan (Guest of Honour-GoH) pada Frankfurt Book Fair dan di Tahun 2015 ini kepercayaan tersebut diberikan ke negara Indonesia. Program “GoH” ini baru diselenggarakan pada 1976 untuk mengangkat industri penerbitan suatu negara sebagai fokus utama.
Sebagai tamu kehormatan Indonesia mengusung tema “17.000 Islands of Imagination”. Waktu dua tahun sejak diberi tahu panitia FBF pada 2013 memang terasa pendek karena ada sekitar 200 buku harus diterjemahkan ke bahasa Jerman, Inggris, dan bahasa lain, ujarnya.
Penulis Indonesia dengan sebanyak 8.000 buku akan hadir dalam perhelatan buku terakbar di dunia itu. Inilah satu-satunya kesempatan Indonesia bersolek dengan megah di pameran bergengsi. Karena itu, “Haram hukumnya untuk gagal.” FBF tidak hanya acara pemasaran teramat penting untuk buku, tetapi juga untuk memfasilitasi negosiasi penjualan hak dan lisensi secara internasional dan selama pameran berlangsung para penerbit akan berfokus dalam pertemuan bisnis. Rimba buku tertua dan terbesar yang setiap tahunnya dihadiri lebih dari 260 ribu pengunjung itu dibuka untuk publik.
Momen ini harus menjadi titik balik sekaligus perubahan penerbit di Indonesia sebab umumnya penerbit dari seantero dunia datang ke Frankfurt Book Fair untuk membeli hak cipta.
Menjadi tamu kehormatan FBF adalah sebuah keinginan dari para penerbit Indonesia yang sudah lama terpendam. Prosesnya sendiri sudah dimulai sejak 2010 lalu dengan mengajukan permohonan.
Pada 2011 mulai dilihat bagaimana perkembangan perbukuan di Indonesia sampai ditandatangani MoU antara Indonesia dengan FBF pada 2013. Para penerbit pun mempersiapkan diri karena ajang ini merupakan tempat yang tepat untuk mempromosikan literatur dan budaya Indonesia di mata internasional.
Budaya Literasi Indonesia harus bisa memanfaatkan ajang itu sebagai upaya diplomasi dan promosi mengenai kekayaan budaya dan pendidikan ke dunia. Indonesia diharapkan pula bisa memanfaatkan pameran itu untuk memperkenalkan berbagai judul buku dan pengarang ke masyarakat dunia, sehingga bisa makin dikenal mengenai kekayaan dan intelektual bangsa Indonesia.
sumber : budaya.rimanews.com
Tidak Ada Komentar