#KodeNusantaraBlog

Simbolisasi Telingaan Aruu Suku Dayak

Suku Dayak mempunyai tradisi untuk menunjukkan status sosial seseorang maupun kecantikan wajah dari seorang perempuan yang disebut tradisi telingaan aruu. Telingaan aruu merupakan tradisi yang dilakukan oleh pria dan wanita suku Dayak dalam memanjangkan daun telinga. Tradisi ini mempunyai beragam tujuannya sehingga setiap sub suku berbeda-beda.

Misalnya pada suku Dayak Kayan, hanya seorang pria bangsawanlah yang memanjangkan daun telinganya. Sedangkan, pada suku Dayak Kenyah, seorang perempuan memanjangkan daun telinganya untuk menunjukkan status kebangsawanan.

Bukan hanya memperlihatkan status sosialnya, telingaan aruu ini juga sebagai simbol kecantikan bagi perempuan. Mereka percaya bahwa semakin panjang telinga seorang perempuan, semakin cantik juga perempuan tersebut. Telingaan aruu pada sebagian desa-desa di sekitar hulu sungai Mahakam ditujukan sebagai tanda umur seseorang.

Tradisi telingaan aruu hanya berlaku bagi sebagian sub suku Dayak yang tinggal di pedalaman Kalimantan, seperti suku Dayak Kenyah, Dayak Bahau, Dayak Penan, Dayak Kelabit, Dayak Sa’ban, Dayak Kayan, Dayak Taman, dan Dayan Punan.

Tradisi ini sudah dilakukan sejak seseorang masih bayi dengan diawali dengan ritual mucuk penikng atau penindikan daun telinga. Telinga yang telah ditindik kemudian dipasangi benang yang berfungsi sebagai pengganti anting-anting. Benang harus diganti dengan pintalan kayu gabus setelah luka tindik pada telinga sembuh.

Pintalan kayu gabus setiap seminggu sekali diganti dengan ukuran yang lebih besar. Pintalan ini akan mengembang saat terkena air kemudian menyebabkan lubang pada daun telinga juga akan semakin membesar.

Lubang pada daun telinga yang membesar lantas digantungi dengan anting-anting yang berbahan tembaga, yang mereka sebut belaong. Terdapat dua jenis belaong yang digunakan, yaitu hisang semhaa atau anting-anting yang dipasang di sekeliling daun telinga, serta hisang kavaat yang dipasang pada daun telinga.

Belaong ini akan ditambahkan satu persatu secara bertahap, sehingga lubang telinga semakin lama akan semakin besar dan panjang. Belaong ditambahkan di telinga seseorang dengan menyesuaikan usia dan status sosial.

Misalnya, telingaan aruu yang dilakukan oleh perempuan Dayak Kenyah. Mereka  melakukannya sejak masih balita dengan umur berkisar 2 tahun. Proses melubangi daun telinga menggunakan buluh bambu yang telah ditajamkan sebagai pengganti jarum. Sang bayi diberikan ramuan tanaman dari hutan untuk menghilangkan rasa sakit dan tidak infeksi. Pemberian ramuan ini membuat bayi tidak akan merasa sakit saat proses melubangi daun telinga.

1 – 2 bulan kemudian orang tua meregangkan daun telinga sang bayi untuk dipasangkan anting dari logam kuningan, tembaga, atau perak. Anting pemberat ini akan ditingkatkan bebannya dari waktu ke waktu untuk memanjangkan daun telinga. Anting pertama yang dikenakan memiliki berat kurang lebih 100 gram dan terus bertambah sampai mencapai 500 gram. Anting digunakan pada siang hari dan dilepas saat akan tidur.


Data Terkait:

PDBI – Telingaan Aruu

Artikel Sebelumnya

Tradisi Pengharapan Tahun Baru di Sangihe dan Talaud

Artikel Selanjutnya

Bahas Bahasa Uis Batak Karo

Tidak Ada Komentar

Tinggalkan komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.