#KodeNusantara#NusaKulinerBerita

Wadi, Tradisi Dayak Menjaga Asupan Gizi

Apa yang akan terlintas di pikiran kita jika mendengar kata fermentasi? mungkin akan terpikirkan tape atau yoghurt.
Ternyata ikan juga dapat difermentasikan loh. Namanya wadi kalau di Kaliamantan Tengah atau ada juga yang menyebutnya pekasam. Resep fermentasi ikan ini sudah turun temurun di suku dayak. Wadi merupakan ikan terfermentasi yang menyengat baunya, tetapi lezat rasanya.

Menurut Antropolog Marko Mahin, pengolahan ikan – baik diasinkan atau difermentasi menjadi wadi–merupakan bagian strategi warga Dayak mengatur pola makan. Wadi menjadi cadangan makanan saat warga sedang disibukkan dengan kegiatan berladang atau memanen padi.

Ketika sedang bertanam atau memanen padi tersebut, warga yang tidak sempat berburu atau menangkap ikan tinggal mengeluarkan persediaan wadi yang mereka simpan di balanai (guci, belanga). ”Balanai wadi itu belanga untuk menyimpan wadi. Fungsi guci ini semacam kulkas. Tiap keluarga selalu punya. Dikeluarkan saat musim mereka sibuk kerja di ladang,” kata Marko.

Cara pembuatannya, pertama-tama ikan yang akan diawetkan menjadi wadi dibersihkan dan dipotong-potong sebesar telapak tangan, dicampur garam hingga merata dan diletakan dalam suatu tempat tertutup. Kemudian sangrai, 25 Kupue adalah salah satu cara pengawetan ubi kayu. Daya tahan pengawetan dapat mencapai setahun. Kejadian penting yang sulit padi hingga kering dan matang beras yang ada dalam padi tsb, setelah itu dalam keaadaan masih panas, padi yang telah disangrai ditumbuk hingga halus, dan campurkan merata pada ikan yang telah tercampur garam merata tadi. Bila ikan, garam dan padi yang telah ditumbuk tadi dicampur merata, agar lebih awet, tambahkan lagi sedikit garam yang kemudian campurkan agar benar-benar merata. Jaga dan hindari jangan sampai dihinggapi lalat. Cara penyimpanan dimasukan dalam balanga atau bambu dan ditutup rapat. Sekitar seminggu kemudian, potongan ikan yang sudah ditaburi beras menjadi wadi.

Wadi bisa dimasak dengan diolah lagi atau pun mentah. Di daerah Tewang Pajangan, wadi ikan manjuhan disantap dalam keadaan mentah, tanpa dimasak terlebih dahulu asalkan wadi tersebut telah jadi. Ikan manjuhan mentah yang telah dikucuri jeruk terlebih dahulu juga langsung dapat disantap tanpa dimasak terlebih dahulu.

(sumber foto: laukkhashulusungai.blogspot.co.id)

Peneliti dari Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Palangkaraya, Petrus, mengatakan, pengolahan ikan menjadi wadi merupakan bentuk kearifan lokal warga Dayak dalam menghadapi paceklik atau musim sepi ikan. Pengasinan atau proses fermentasi menjadi wadi berfungsi menghambat pertumbuhan bakteri merugikan. Melalui cara ini, ikan tidak rusak membusuk meskipun disimpan dalam waktu relatif lama.

Pengolahan wadi dan mengonsumsinya di saat musim bertanam padi bahkan sudah menjadi kebiasaan turun-temurun warga setempat. ”Bukan main cita rasa wadi yang disantap bersama nasi panas saat warga berladang,” kata Petrus.

Petrus pun pernah meneliti takaran garam yang pas untuk membuat wadi agar rasanya bisa diterima khalayak lebih luas. Sebanyak 100 orang dari tiga kecamatan yang merupakan pusat industri rumah tangga wadi di Kalimantan Selatan–yakni Gambut, Kertak Hanyar, dan Astambul–dilibatkan dalam penelitian tersebut. Mereka masing-masing diberi 5 kilogram ikan untuk diolah menjadi wadi dengan takaran garam sesuai kebiasaan.

Uji organoleptik untuk mengetes rasa dilakukan terhadap wadi yang sudah difermentasi seminggu. Didapati bahwa wadi terenak adalah yang menggunakan garam sebanyak 15 persen terhadap berat total ikan. ”Saya mencoba lagi untuk mengubah cita rasa, yakni dengan memakai gula merah dengan beragam takaran,” kata Petrus.

Wadi yang diolah dengan gula aren terlalu banyak akan menghitam ketika digoreng sehingga penampilannya tidak menarik. Didapati bahwa persentase gula aren yang pas ditambahkan dalam pembuatan wadi adalah 15 persen terhadap berat total ikan. Petrus pun kemudian menambahkan jus jeruk nipis dalam pembuatan wadi. Diperoleh hasil bahwa penambahan jus jeruk nipis berkadar 4 persen paling enak dalam membuat wadi.

”Jadi didapatilah (formula) terbaik, yakni 15 persen garam, 15 persen gula aren, dan 4 persen jeruk nipis. Rasanya nano-nano sehingga diharapkan pemasaran wadi nantinya tidak hanya di Kalimantan,” kata Petrus. Penelitian Petrus merupakan sebentuk upaya menjaga eksistensi makanan olahan khas Dayak.

 

Sumber:

Travel Kompas

Info Lebih lanjut:

Kuliner

Ikan

 

Artikel Sebelumnya

7 Variasi Bubur yang Bisa Kamu Cicip di Sulawesi

Artikel Selanjutnya

5 Danau Indah di Indonesia

Tidak Ada Komentar

Tinggalkan komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.