Berita

Pesan Pelestarian dari Rote

Lewat film dokumenter yang berjudul “Memetik Sasandu di Nusa Lontar”, mengantarkan Wisnu Dwi Prasetyo dan Ryan Rinaldi terpilih menjadi salah satu finalis Eagle Awards Documentary Competition 2015.

Film itu mengangkat kisah Esau Nalle, seorang guru SD yang juga salah satu seniman asal Rote, Nusa Tenggara Timur, yang masih setia melestarikan budaya tradisi warisan leluhurnya, khususnya Sasandu Gong. Sasandu gong merupakan alat musik berbahan daun lontar dan bambu serta hanya punya lima nada pentatonis.

Alunan petikan Sasandu memang cocok dengan lagu-lagu Rote yang syairnya sarat makna. Bagi Esau Nalle, Sasandu bukan hanya sekedar alat musik, tetapi juga gambaran hidup, potret sejarah dan penyampaian pesan. Namun, seiring perkembangan zaman, generasi muda Rote perlahan mulai beralih pada alat musik modern dan melupakan budaya mereka sendiri.

Enggan menerima kepunahan begitu saja, kecintaan Esau Nalle pada Sasandu membawanya untuk mendirikan sanggar bernama Detamanu, yang berarti induk ayam yang melindungi anak-anaknya dalam bahasa Rote. Belajar memainkannya, menikmati alunan suaranya dengan syair Rote yang selalu sarat makna, sakral, dan agung. Dibantu istrinya, Esau Nalle berharap Sasandu dapat terus lestari dan terlindungi di tangan anak-anak muda di Rote.

Kegigihan Esau Nalle dalam melestarikan budaya Rote tergambar di film dokumenter ini. Disinilah peran pendataan budaya dinilai sangat penting, agar perjuangan Esau Nalle serta seniman dan budayawan lain dalam melestarikan budaya tidak sia-sia hingga menambah daftar kepunahan budaya Indonesia.

Artikel Sebelumnya

Tari Bali: Satu Lagi Budaya Indonesia yang Diakui UNESCO

Artikel Selanjutnya

Universitas Andalas Resmikan Minangkabau Corner

Tidak Ada Komentar

Tinggalkan komentar

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.